Kolaborasi Mozilla, Washington Post dan New York Times

Mozilla itu ga sekedar browser Firefox, Thunderbird atau Webmaker. Mungkin banyak yang belum tahu, tapi Mozilla punya banyak project selain yang telah disebut sebelumnya tadi. Dan kita yang tertarik bisa berkontribusi di project-project yang kita suka dan kita mampu.

Salah satu project adalah Mozilla OpenNews. OpenNews adalah kolaborasi antara Mozilla dan Knight Foundation untuk membentuk sebuah komunitas global yang terdiri dari para developer, jurnalis, mereka yang suka ngoprek, hacker untuk dapat bersama-sama belajar, bekerja dan bahu-membahu membuat solusi-solusi yang dibutuhkan dunia jurnalisme di era open web ini.

Berkaitan dengan OpenNews ini, 19 Juni 2014 kemarin New York Times, Washington Post dan Mozilla baru saja mengumumkan kerja sama untuk mengembangkan sebuah platform untuk mengelola komentar online dan kontribusi pembaca mereka. Inisiatif ini mendapat pendanaan yang cukup besar lho dari John S. and James L. Knight Foundation, USD 3.89 juta!! Berita baiknya, platform yang diperkirakan akan butuh waktu sekitar 2 tahun penyelesaiannya ini akan tersedia secara gratis dan bisa didownload oleh siapa saja.

Viva Open Source :)

Nah, melalui platfor baru ini nantinya pembaca akan dapat mengirimkan gambar, foto, link berita dan media lainnya. Melacak diskusi, mengelola identitas online dan kontribusi mereka sendiri. Sementara itu para penerbit berita, dalam hal ini seperti NYT atau WaPo dapat mengumpulkan dan mengemas ulang kontribusi para pemcanya tadi ke dalam format cerita lain yang dapat memicu diskusi yang tengah berlangsung. Kalo contoh yang lagi hangat sekarang di Indonesia mungkin soal Pemilu Presiden 2014 yah? :)

Sepertinya bakal seru.
Buat kalian yang suka dengan jurnalisme atau hal-hal terkait dengannya dan ingin ikut berkontribusi, bisa join proyek Knight-Mozilla Open News di sini.

 
*Jadi teringat Erika Owens (@erika_owens) di MozSummit 2013, selalu bersemangat menjelaskan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai OpenNews. Dan lebih keren lagi, she’s a linux user :) *
#CariMukaKatanya :P

Welcome Firefox v30

#CariMukaKatanya :D
Available for Mac, Windows and Android near you :)

10 Juni kemarin Mozilla mengumumkan versi terbaru Firefox v30.
Nah, apa saja yang ditawarkan oleh browser open-source berusia 10 tahun ini di versi terbarunya?

android-fx30-2
Firefox v30 for Android

Sebenarnya ga banyak sih update yang ditawarkan, dibandingkan versi 29 yang secara tampilan dah beda banget.

  • Terdapat tombol baru yang memudahkan kita untuk akses ke bookmark, social, dan history
  • GStreamer 1.0 yang akan memanjakan pengguna Linux untuk dapat mengakses video H.264 via browser seperti halnya AAC dan MP3
  • Plugin yang tidak ada di whitelist plugin Firefox atau bukan bagian dari extension browser ga akan aktif secara otomatis.
  • Buat para developer, background-blend-mode akan aktif by default dan waktu menampilkan error stack nomor kolomnya akan tampil juga.
  • Firefox 30 untuk Android menampilkan tombol Quickshare baru dan juga versi lokal baru (termasuk di dalamnya versi Indonesia, Malaysia, Latvia dan Belarusia). Loading pagenya juga mengalami perbaikan yang cukup bagus di jaringan 3G

Detil perubahan apa saja yang telah terjadi di versi ini dibandingkan sebelumnya bisa dibaca di sini. Info buat para developer terkait perubahan-perubahan di versi 30 bisa dibaca di sini.

Nah, versi berapa Firefox kalian saat ini? Ayo update ke versi 30 \^_^/

Online dari Kapal Selam

Siang malam ku selalu
Menatap layar terpaku
Untuk online, online
Online, online
-Saykoji

Ahahaha, kayanya kata satu itu adalah bagian hidup generasi masa kini.
Being online = life itself :)

Ilustrasi distribusi koneksi internet dari bawah laut menggunakan gelombang suara oleh Made Gentlemen

WiFi, WiMax, gigabit, fiber optic dan sederat teknologi internet kecepatan tinggi sudah tidak asing lagi di kita dengar. Tapi ada yang pernah merasa penasaran ga sih gimana caranya online dari bawah samudra?

Bawah samudra?

Yup, istilah-istilah di atas kan buat kita-kita yang hidup di daratan. Nah buat yang sedang berada di dasar samudra gimana cara mereka online?

Yah misalnya dari online kapal selam (yang tentunya lagi nyelam dong).

Nah di majalah Wired edisi Juni 2014, ada artikel yang membahas soal ini. Memanfaatkan gelombang suara, sinyal akan dipancarkan antar node di bawah laut yang satu sama lain terpisah beberapa kilometer. Node-node ini kemudian akan berkomunikasi dengan gateway yang berada di permukaan laut yang terhubung dengan satelit atau jaringan seluler lainnya.

Cuman ya jangan berharap speed turbo yah karena gelombang suara itu 100 ribu lebih lambat dibandingkan gelombang radio.

How to Deal with Annoying Scratchpad

Scratchpad is a tool which is include in Mozilla Firefox browser. It is is essentially a live JavaScript editor and prototyping tool. You can access it through menu Tools -> Web Developer Scratchpad. Or you can just simply open it using shortcut Shift+fn+F4 (In Mac OS X).

Unlike other tools such as Web Console or Firebug, Scratchpad lets you edit larger chunks of JavaScript code, then execute it in various ways depending on how you want to use the output. It wont interpreting single line of code at a time. Using the Scratchpad, a developer can access the current page’s objects, variables and script. In addition, complete functions can be written and tested in the editor within the scope of the live page. These changes can then be attached and saved with the current application.

Although this tools is very handly and friendly for developer, for some people it can be annoying and irritating. There are complaints about it. Eg, sometimes, when you start to type in an email or a form, Javascript Scratchpad opens, and you’re typing in that window. Or Scratchpad is just opened whenever you open a browser tab and accessing a website.

So how to deal with that?

1. Start Firefox in Safe Mode to check if one of the extensions or if hardware acceleration is causing the problem (switch to the DEFAULT theme: Firefox/Tools > Add-ons > Appearance/Themes). To do the Safe mode, follow these steps:

Click on menu icon in the top right of your Firefox browser
Click on menu icon in the top right of your Firefox browser and click on icon “?” next to Cuztomize
mozilla-ffx-safemode-02
Choose Restart with Add-ons Disable
mozilla-ffx-safemode-03
Confirmation to restart Firefox

mozilla-ffx-safemode-04

2. Various Web Developer tools each have their own pref on the about:config page to enable or disable them.

  •     devtools.scratchpad.enabled
  •     devtools.inspector.enabled

Follow these steps:

mozilla-ffx-config-01
type about:config in your address bar
mozilla-ffx-scratchpad-03
search for devtools.inspector.enabled and set it to false by double click on it
mozilla-ffx-scratchpad-02
search for devtools.scratchpad.enabled and set it to false by double click on it

Set those configs to false on the about:config page to disable the Scratchpad. All you need to do is just double click on those settings to toggle it true/false.

That should work. If it doesn’t, then you can try to reset your Firefox settings back to its factory default :)

Ref:

 

Firefox 29 Australis

Pertama kali melihat Firefox #Australis adalah saat saya berada di Mozilla Summit Oktober 2013 di Santa Clara, CA. Namun saat itu, kesan yang timbul dari presentasi mengenai #Australis lebih ke arah theme browser Firefox. Dan beberapa jam sebelum terbang ke San Francisco minggu kemarin saya berkesempatan mencoba sendiri versi official Mozilla Firefox 29 yang mengimplementasikan #Australis ini.

Pas berkesempatan mampir ke kantor Mozilla untuk ikutan launching party Firefox 29 ini, saya menyempatkan bertanya-tanya ke beberapa orang UX designer mengenai fitur-fitur di baliknya.

Awesome, it’s not just a skin make over.
I could say that Firefox 29 is the largest update to Firefox since.… well, ever :)

Secara kasat mata, FFx 29 layoutnya sederhana, lembut dan mirip Google Chrome. Seperti gambar di bawah ini, bentuk tabsnya yang bulat ga kotak lagi, bagian paling kanan atas digantikan dengan ikon menu. Yang masih tersisa adalah kotak pencarian (search bar) dan tombol ‘Back’ yang gede banget itu. Mengingatkan tombol-tombol di Netscape 6 aja.

 

Firefox 29 vs Chrome
Firefox 29 vs Chrome

Selain tampilan yang berubah total, Firefox 29 juga mempunyai update terhadap fitur Firefox Sync. Sekarang kita bisa menggunakan Firefox Accounts. Opsi customization-nya juga jadi lebih banyak.

firefox-sync
firefox-sync

Buat yang belum tahu apa itu Firefox Sync, fitur ini bisa dibilang sama dengan punya Google Chrome. Dengan Sync, kamu bisa membawa informasi tabs yang kamu buka, bookmark juga info-info personal lainnya ke berbagai perangkat yang kamu gunakan selama itu menggunakan browser Firefox. Katakanlah isi bookmark Firefox di Macbook kamu akan sama dengan Firefox yang ada di tablet maupun ponsel Android kamu (juga ponsel/tablet Firefox OS). Di manapun kamu membuat isian bookmark, dia akan tereplikasi ke perangkat-perangkat lainnya. Cukup login menggunakan Firefox Accounts saja di semua perangkat tadi.

Yup, sama halnya dengan akun Google (gmail) kamu, Firefox Accounts ini -juga merupakan bagian dari Firefox OS- memungkinkan pengguna melacak login mereka untuk berbagai layanan, serta bookmark, history browsing, dan setiap tab yang terbuka.

Berikut ini adalah release notes Firefox 29:

  • New: Significant new customization mode makes it easy to personalize your Web experience to access the features you use the most (learn more).
  • New: A new, easy to access menu sits in the right hand corner of Firefox and includes popular browser controls.
  • New: Sleek new tabs provide an overall smoother look and fade into the background when not active.
  • New: An interactive onboarding tour to guide users through the new Firefox changes.
  • New: The ability to set up Firefox Sync by creating a Firefox account (learn more).
  • New: Gamepad API finalized and enabled (learn more).
  • New: Malay [ma] locale added.
  • Changed: Clicking on a W3C Web Notification will switch to the originating tab.
  • Developer: ‘box-sizing’ (dropping the -moz- prefix) implemented (learn more).
  • Developer: Console object available in Web Workers (learn more).
  • Developer: Promises enabled by default (learn more).
  • Developer: SharedWorker enabled by default.
  • Developer: input type=”number” implemented and enabled.
  • Developer: input type=”color” implemented and enabled.
  • Developer: Enabled ECMAScript Internationalization API.
  • Developer: Add-on bar has been removed, content moved to navigation bar.

Jadi, tunggu apa lagi?

Segeralah update Firefox kamu ke versi 29 Australis.

Dunia (Telco) Yang BerAPI

Tulisan ini menyambung tulisan sebelumnya yang berjudul Dunia Penuh API. Topik bahasannya adalah hubungan antara dunia Telco dengan API.

fb-status-20140402

Emang apa hubungannya antara Telco dan API?

Gini, sudah jadi fakta bahwa bisnis telco mulai tergerus dengan adanya layanan-layanan OOT…. eh?! Maaf, maksudnya OTT (Over-The-Top). Operator sekarang dipandang semakin menjadi sekedar pipa bego (dumb pipe) -nya para penyedia layanan OTT ini. Kompetisi di dunia telco terutama di mobile industri sudah berubah.

Telekomunikasi sekarang bukan lagi ngomongin ‘reliability and network scaling‘. Dulu mungkin operator berlomba-lomba menjaga kemampuan pengiriman SMSnya terutama saat lebaran hingga sekian puluhan (atau mungkin ratusan) ribu MDA/seconds. Menjaga supaya angka call drop bisa sekecil mungkin atau bahkan 0%, jangkauan sampai pelosok dan sebagainya.

Sekarang topiknya adalah ‘choice and flexibility of services‘. Orang-orang (apalagi di Indonesia) lebih sibuk milih texting mo pake BBM, WhatsApp, Telegram, WeChat, Line dll. Browser pun banyak pilihan bahkan keyboard app pun bejibun opsinya. Adu banyakan bonus SMS? kayanya dah ga segitu relevan lagi. Dengan pasar mayoritas adalah orang-orang usia muda, mereka akan lebih ribut kalo akses Facebook bermasalah dibandingkan ga dapat bonus SMS :P (ini ilustrasi ngasal saya sendiri).

Di sinilah OTT bermain. Mereka tidak berebut duit dari adu jualan layanan telco (SMS, Tarif Murah, panjang-panjangan Talktime, Paket Data, dll). Yang dikejar justru gimana caranya mengontrol value chain digitalnya dengan model bisnis beraneka ragam. Misalnya mulai dari jualan perangkat elektronik ala Apple, online advertising ala Google, lisensi software, e-commerce dan banyak lagi. Dan mereka ga direpotkan dengan keharusan untuk mikirin (apalagi membangun) infrastruktur jaringan internetnya.

Bayangan orang umumnya tentang Telco vs OTT
-source: IDATE (http://blog.idate.fr/telcos-vs-ott-services/)

Kenapa? Ya karena para operator Telco, ISP sudah melakukan itu semua. Makanya peta persaingan jadi ga simetris lagi antara operator vs OTT player.

Trus operator mesti ngapain? Ikut-ikutan menjadi OTT player juga? Jualan layanan OTT juga?

Hmmmm, ga harus gitu sih. Dah agak terlambat apalagi kalo mindset orang-orang bisnisnya masih belum nyampai ke sana. Nurut saya, seperti halnya OTT, akan lebih baik kalo telco bisa cari cara/inovasi untuk membuat platform, servis, layanan yang telah dimiliki saat ini untuk lebih ‘open’.

**Telco sudah ga boleh rakus mo makan semuanya. Telco sudah ga boleh lagi ngontrol interaksi atau experience konsumernya. Telco ga boleh lagi jadi walled garden kalo masih pingin eksis.

Tentu saja terminologi ‘open’ ini ada batasannya. Tapi konteksnya di sini para pengguna Telco bukan lagi pengguna biasa yang ingin mengirimkan SMS ke pacarnya atau nelpon gebetannya. Tapi bisa dikembangkan ke sesuatu yang baru. Dalam hal ini adalah para developer, bukan sekedar Content Provider lagi.

Open Source?
Not like that. Kita ga ngomongin ‘source‘-nya, tapi ‘service‘-nya.

Tujuan akhirnya nanti adalah membentuk sebuah ekosistem seperti halnya Google/Apple lakukan.
Analoginya, Nokia jaman dulu adalah sebuah produk all-in. Okelah waktu mereka pakai Symbian udah mulai ada API yang dibuka supaya developer bisa bikin aplikasi untuk ponsel-ponsel nokia. Cuman aplikasi di Nokia belum tentu jalan di Ericsson atau Siemens.

Kemudian 2007, Apple memperkenalkan iPhone yang mengubah segalanya (OK ini lebay tapi fakta). Bukan fisik ponsel atau iOS nya yang membuatnya revolusioner. Adalah iTunes dan AppStore yang membuat iPhone bisa sedahsyat yang diketahui orang hingga kini. Apple hanya membekali iPhone dengan fitur/aplikasi dasar saja. Selanjutnya komunitas pengembang (developer) lah yang berperan penting. Dengan API-API dari IOS yang memungkinkan developer membuat aplikasi yang berinteraksi dengan hardware ponsel, API-API dari layanan-layanan internet, toko tempat menjual aplikasi, skema bagi hasil yang bagus (mungkin iOS developer bisa kasih komentar di sini, @didats? @finan?).

Google kurang lebih menerapkan skemanya sama. Begitu juga Microsoft bahkan Blackberry yang kini nasibnya hidup segan mati juga ga jelas.

Dah di sini masuk bahasan soal Telecom API.

Ada yang pernah tau tentang Twilio?

Twilio menyediakan web service API yang memungkinkan para developer untuk membuat aplikasi yang punya kemampuan mengirim dan menerima SMS dan bahkan membuat serta menerima panggilan telepon. Aksesnya cukup over HTTP.

Ada juga Nexmo, dengan tagline “Any country. Any volume. Any scale.” dia juga menawarkan SMS dan Voice API. Dan yang menggunakan API dari Nexmo ini sudah pada kalian kenal kok. Ada Line, Kakao Talk, Viber :)

Kurang lebih seperti itu lah yang harus dilakukan operator telco saat ini. Ya ya, inipun Telco keduluan orang. But it’s better late then too late isn’t it? #ehh… :P

Mengutip wawancara antara Vanessa Barbé, Produser Telecom APIs Conference dengan James Parton, Direktur Twilio Eropa. Saat Vanessa menanyakan tentang status Telecom API saat ini kaya gimana, James mengatakan:
[blockquote source=”James Parton”]”Honestly it has been tough for Telecom Operators to date. APIs require a new mindset inside the Telco. Its no longer about command and control, its about being open and being committed to long term community building. Historically Telco’s have not been great at that.“[/blockquote]

Jadi kalo ga punya mindset ke arah sana, masih pola pikir lama, ya makin suram aja lah.
Seperti yang saya bilang di ** di atas, Telco dah ga bisa maksa pegang kontrol semuanya, masih mengandalkan model bisnis “all-in-one” lagi. Dan sebagai orang community & open source, it’s already well said by James :)

Contoh kolaborasi Telco & OTT :)
– source: http://blog.idate.fr/telcos-vs-ott-services/

Jangan kejebak lagi berinovasi dengan fokus adu fancy teknologi (NFS, IMS, RCS, M2M, bla bla bla). Saatnya geser ke ekosistem. Balik ke soal mindset tadi, ini butuh pemahaman gimana caranya ekosistem tadi harus dibentuk dan gimana caranya nanti si ekosistem tadi dapat menyerap bahkan menginkatkan inovasi.

It’s time to mashup. Time to collaborate.

Buat para pengembang aplikasi, yang disasar bukan lagi long tail app. Pasar Enterprise yang harus jadi fokus.

Tapi (ada tapinya nih) tetap ada PR-PR juga dibaliknya, apalagi yang terkait regulatory. *sigh* :D

Anyway, ada yang tertarik jadi tester Telecom API (versi cupu-cupuan dulu)?