Selamat jalan, Mbak Tina

Pertengahan tahun 1997, ada 7 orang anak menginjakkan kaki di Jakarta. Baru lulus STM, masih belum punya pengalaman. 7 anak ini lolos seleksi (dari 118 calon di sekolahnya) penerimaan pegawai baru sebuah perusahaan operator GSM baru (yang nantinya menjadi yang terbesar di Indonesia).

Dari kelas A "Ascot": Martono, Soewarno
Dari kelas B "Bheta": Hengki, Pii, Nuri
Dari kelas C "Peche": Budi, Parjono

Sebulan pertama, 7 anak itu kost di bilangan Kebon Sirih. Pengenalan lingkungan akan betapa joroknya Jakarta. Tikus segede sepatu Reebok size 42 nampak joging santai di mana-mana. Bahkan segerombolan kucing nampak enggan -kalau ga mau dibilang takut- utk menemani joging satu di antara mereka. Air got yang sangat hitam, bau, menjijikkan. Kontradiktif dgn suasana dan keadaan kota Malang tempat mereka bersekolah.

Bulan ke-2 keluar dari kebon sirih, kontrak satu rumah di daerah Jl. Rengas dekat Blok S-Tendean.
3 bulan pertama dilalui dgn performance kerja yg outstanding. Jadilah 7 anak itu menjadi pegawai tetap. Banjir bandang pertama dalam hidup 7 anak itu dialami di sini. Rengas-Poncol digenangi air setinggi pinggang. Kemudian peristiwa kerusuhan mei, penjarahan dan lain lain. Belum genap setahun, akhirnya kami memutuskan pindah cari kontrakan baru. Dapalah di daerah Rasamala III.

Sewaktu di Rengas, kami mempunyai pembantu. Saya ga inget namanya, abis hasil kerjanya agak mengecewakan. Cuciannya ga bersih. Kerah baju bisa penuh flek bahkan sampe "mengelupas" di bagian lipatan kerahnya. Di Rasamala kami mempunyai pembantu baru Namanya Mbak Tina.

Beliau ini rajin, ulet dan penuh dedikasi kerjanya. Selain itu, orangnya "ngemong". Jadinya seperti ganti orang tua kami lah selama erantau di Jakarta ini. Rumah rapi, cucian rapi bahkan kalo ada sisa budget bulanan berlebih (beli sabun dll), kami suka dimasakkan makanan enak alah rumahan. Mbak Tina tahu kalo Bagus alergi udang .. jadi no udang. Budi demen ati ampela, jadi ada ati ampela goreng. Atau saya yang perpaduan popeye ama kucing, dimasakkan sayur bayam yang segar + ikan pindang goreng yang akan 100% habis (oleh saya sendiri :P). Kalau salah satu dari kami sakit, Mbak Tina yang merawat. Menyediakan teh hangat, makanan, sampe bubur kacang hijau tanpa kami minta.
Soewarno keluar dari kontrakan karena menikah. Begitu juga dengan Bagus, kemudian Parjono.

Dari Rasamala III kami pindah ke seputaran Pasar Pedok. Yah yang punya rumah ngejual kontrakannya sih setelah kami tinggal di sana kira-kira 4 tahun lamanya. Mbak Tina tetap bersama kami. 
Budi yang koleksi baju terlalu banyak beberapa kali dikasih komentar.
"Mas Budi, baju numpuk tapi jarang banget atau malah ga pernah dipakai sama sekali kan sayang duitnya."
Atau makanan yang cuman dimakan sebagian trus ditaruh sampe jadi fosil di kulkas. Dan lain sebagainya dan lain sebagainya. Mbak Tina juga perhatian dengan pacar-pacar kami yang kebetulan mampir ke rumah. Diajak ngobrol, dibikinin minum dan lain-lain :)

Setelah 3 tahun, karena pemilik kontrakan dah ga kondusif lagi, kami kembali "hijrah". Ga jauh-jauh, di seputaran Bidakara sana. Mbak Tina tetap bersama kami. 2006 Martono keluar karena menikah. Pengantinya adalah Decy, adik kelas di STM dulu. Bagus menjadi manager.
Kek, Mbak Tina pernah bilang ke gue kalo tshirt loe tuh dah kebanyakan. Sayang, karena banyak yang belom kepake atau cuman 1x 2x doang loe pake.
Ga kerasa sampai saat ini beliau sudah 10 tahun ngurusin kami. Budi masih tertuduh utama soal fosil makanan baik di kulkas maupun di dapur.

Hingga kemarin, 6 Juni 2008. Malam sebelumnya saya pulang kantor dengan keadaan basah kuyup kehujanan. Ya ya ya, tanggal 5 Juni kemarin mendadak hujan. Jadilah ditanya-tanya Mbak Tina. Saya semenjak tinggal lama di Jakarta jadi mudah banget masuk angin. Yang lain sudah berangkat ke kantor. Saya masih baca koran bentar sambil minum teh anget, trus buru-buru mandi n kelarin packing. Hari itu rencana akan ke Bandung  selepas Jum’atan.  Pas buka pintu pagar, Mbak Tina nanya kenapa kok  ga pakai motor hari itu.
Saya jawab takutnya nanti hujan, bisa-bisa basah kuyup seperti malam sebelumnya. Mending naik taksi. Lagi pula saya hendak ke Bandung.
Saya di minta hati-hati di jalan. I’m the last person leaving the house on that day ….

Sore sampai Bandung. Saya kebiasaan lupa balikin profile ponsel dari SILENT/MEETING ke NORMAL/GENERAL sehabis Jum’atan. 3 missed call dari Pii selepas Maghrib. Anomali, dia ga pernah missed call lebih dari 1x. Saya sms nanya ada apa. Pikirnya mo pinjem helm atau apa gitu. Ga lama dia ngabarin kalau Mbak Tina ditemukan pingsan pas dia pulang, dia langsung bawa ke rumah sakit dan sedang nungguin di sana.
Masya Allah, perasaan dah ga enak mendengar nada bicara Pii. Mbak Tina kalo sakit pasti ga masuk, besoknya kalo masuk pasti ngasih tau kalo sebelumnya dia sakit. Selang sejam kemudian Decy nelpon, ngabarin kalau dia sedang mencari keluarga Mbak Tina di daerah Bangka sana.
20.30 saya mencari kertas, map dan materai di bilangan simpang Dago untuk keperluan yayang yang akan ujian hari Sabtu. Gobloknya, ponsel masih modus MEETING. *@)$%!(*$!$)$!^$*(%&!$%&*)!
5 missed call dari Decy. Saya langsug telepon balik. Terbata-bata Decy ngasih tahu kalau Mbak Tina sudah tiada di rumah sakit.

Inna lillahi wa inna ilahi roji’un……

Saya cuman bisa terduduk lesu, menitikkan air mata. Kehilangan orang yang secara tidak langsung berjasa besar dalam hidup saya 10 tahun terakhir ini. Saya susah tidur malam itu. Saya masih belum memperkenalkan keluarga saya ke Mbak Tina. Padahal rencana adik ma ibu saya mo ke Jakarta akhir bulan ini. Saya belum ngajak Mbak Tina ke rumah yang baru saya cicil. I’m speechless, there’s a lot of things in my mind right now.

Saya sedih banget :((

Selamat  jalan , Mbak Tina. Semoga amal  budi Mbak Tina akan mendapat balasan yang setimpal dari Alloh SWT. Semoga Mbak Tina tenang di alam sana. Terima kasih telah mengurusi kami, anak-anak desa ini, selama 10 tahun dengan tulus.

:( …..