Kenapa Budapest

Jakub Ha?un, CC BY-SA 4.0, via Wikimedia Commons

Saya baru 2x ke benua Eropa, semuanya banyak dihabiskan di Paris, Perancis (melipir dikit sih ke Frankfurt). Dan jika tidak ada halangan, tahun ini saya akan mengunjungi eropa kembali setelah satu dekade absen. Bisa ajah saya πŸ˜›

Tujuan saya kali ini adalah Budapest, Hungaria.

Terus terang, sebelumnya saya tidak begitu ada minat untuk mengunjungi Eropa Timur. Bahkan saat Rara memberitahu rencananya untuk mengikuti pelatihan di Urban Regeneration Institute di akhir 2024 lalu, saya tidak begitu antusias. Selain biayanya yang cukup mahal, saya ada keraguan dengan tingkat keamanan kota/negara di Eropa Timur. Dah keseringan ke Jepang nampaknya yang kita bisa merasa aman anywhere anytime selama di sana.

Tapi saat Rara sudah mulai DP biaya pelatihan, saya jadi berpikir ulang. Kebayang beberapa tahun lalu dia harus mengikuti pelatihan juga di Heidelberg, Jerman. Sebuah kota kecil yang harus ditempuh sekian jam naik kereta dari Frankfurt, harus seret-seret koper gede pula. Dan landscape Heidelberg sebenarnya kurang bersahabat untuk kondisi lutut bu dokter (padahal saya yang bantuin riset things to do di Heidelberg). Jadi kali ini saya ga tega membiarkan dia jalan sendiri ke Budapest.

Jadilah saya mulai berhitung jatah cuti yang ada serta probabilitas cuti hampir 2 minggu bakal diapprove atau malah direject Mas VP πŸ˜› Seperti biasa, saya mulai bikin outline dan melakukan riset, Budapest itu seperti apa sih.

Dan nampaknya menarik sekali.

Berikut beberapa hal yang membuat saya antusias:

  1. Kota yang dijuluki Paris of the East ini mempunyai sejarah panjang yang menarik. Baik sejarah klasik maupun cerita era modern post WW1 & WW2.
  2. Bangunannya keren-kerennnnn. Saya kira bangunan di Paris itu udah paling keren, beberapa tempat di Jerman bangunan klasiknya saya tahu juga keren-keren (hasil riset karena impian saya ke Eropa setelah Perancis adalah Jerman). Unik karena banyak yang bergaya Baroque. Di Paris sih ada juga misalnya OpΓ©ra Garnier. Tapi rata-rata kan bergaya Gothic karena emang bangunannya (dan sejarahnya) lebih tua lagi (abad 12-an). Sementara Baroque mulai dari abad 17-an. Hal ini membuat jiwa fotografi saya kembali bangkit setelah lama vakum sejak 2019-an. Saya kuatir bakal kena GAS lagi gara-gara ini hahaha. Maklum kamera tinggal Fujifilm X100, DJI Osmo Action 4 dan ponsel Samsung.
  3. Kotanya di belah Sungai Danube, sungai terpanjang kedua di Eropa yang melintas lebih dari 5 negara. Kalau di city center ada sekitar 7 jembatan yang menghubungkan sisi Buda & Pest. Rata-rata panjang jembatan 400-500m, saya bisa bolak balik dari ujung ke ujung buat ambil foto. Apalagi ada tram yg lewat jembatan itu. Awesomeeeee.
  4. Hitungan kasar saya sewaktu menyusun map, antar blok/distrik jaraknya kurang lebih 2km-an. Contoh Pulau Margid dari ujung ke ujung itu cuman 2.4 km. Jarak antara Margid Hid sampai dengan SzΓ©chenyi Lanchid itu kurang lebih juga sama, 2.4 km. Ini jarak yang sama kalo saya jalan kaki dari kantor di kompleks Telkom Hub ke FX Sudirman atau ke Plasa Senayan. Enak sekali, bisa nambah steps & miles banyak banget di Strava nanti.
  5. Saya dah pamer ke Rara kalo dulu di Paris saya napak tilas Davinci Code, di Jepang napak tilas tempat-tempat yang muncul di manga/anime. Nah, di Budapest saya dah punya misi yaitu mo ngumpulin “pokemon”. Bukan pikachu dan teman-temannya, tapi kumpulan patung mini yang tersebar secara random di penjuru Budapest. Makin bikin saya antusias πŸ™‚

Masih banyak lagi yang membuat saya excited.

Sejak mulai riset di bulan Maret, catatan saya sudah banyak banget. Spot foto (pagi-siang-malam), tentu saja mainstream tourist spots yang harus dikunjungi, cafe (Budapest is a cafe heaven) termasuk cafe yang bisa dipakai kerja kalo nanti harus remote ke kantor, tempat makanan khas Hungaria, sampai Masjid di Budapest pun saya sudah tahu tempatnya.

Belum lagi nanti rencana daytrip ke Eger dan Szentendre.

Nah, tanggal 23 April kemarin akhirnya saya mengajukan permohonan visa Schengen Hungaria untuk perjalanan bulan Juli nanti. Saya bukan tipe orang yang suka lompat-lompat kota hanya untuk mengejar foto di landmark kota tersebut. Saya tipe explorer, blusukan.

Kayanya saya sudah 7-8x ke Jepang, dan 4x saya habiskan di Kyoto doang dan daytrip sekitarnya. Sudah nyasar-nyasar dan itupun belum puas.

Dan 8-9 hari di Budapest nanti nampaknya juga belum cukup. Jadi ada alasan untuk berkunjung lagi ke sana hehehehehe.

Kita lihat nanti lah. Ini pun sedang berdoa semoga visa saya disetujui termasuk juga cuti saya nanti semoga disetujui juga. πŸ˜€ πŸ˜›

Amin.


UPDATE:

30 April 2025, VISA Schengen Hungaria-nya approved!!! Yayyyyy πŸ™‚ πŸ˜‰ πŸ˜€


Kenapa asciinema

Buat para software developer dan DevOps engineer di lingkungan Unix/Linux, pakai terminal itu udah kayak makanan sehari-hari. Entah itu buat deploy aplikasi, troubleshooting, atau jalanin tes, berbagai aktivitas lainnya. Nah, mendokumentasikan aktivitas-aktivitas tersebut bisa menjadi hal yang sangat berharga. Dokumentasi tersebut bisa sangat membantu saat nanti butuh debugging, share ilmu ke anggota tim yang lain hingga jadi evidence/bukti untuk comply dengan aturan kerja yang ada.

Cara merekam sesi terminal dengan asciinema

Tools screen recording yang ada saat ini kebanyakan kurang oke buat ngerekam interaksi di terminal secara efisien. Bayangin mesti bikin screen recording pake QuickTime, VLC, ScreenRec atau GNOME screen record. Atau OBS?

Output file videonya bakal gede-gede, nggak bisa dicari teksnya, dan sering butuh bandwidth gede buat di-share. Belum lagi kalau kita butuh proses perekaman ini terintegrasi dengan CI/CD pipeline.

Di sinilah asciinema mengambil peran.

Continue reading

Kenapa fastfetch?

Hari ini hari ke-26 bulan Ramadhan tahun 2025. Sambil menunggu sahur, saya eksekusi rencana untuk upgrade operating system laptop dari MacOS 14 Sonoma ke MacOS 15 Sequoia. Fresh install.

Tralala yada yada, setelah hampir 2 jam akhirnya proses instalasi selesai termasuk tweaking, O/S update beserta instalasi beberapa aplikasi & tools basic untuk kebutuhan saya sehari-hari.

Salah satu tools yang pasti saya install adalah neofetch. Sebuah tools, text-base, yang akan menampilkan informasi mengenai sistem kamu (O/S + hardware dan penggunaanya) dengan format tampilan yang keren di terminal window.

source: https://github.com/dylanaraps/neofetch

Keren kan? Sayangnya neofetch ini sudah tidak diteruskan lagi pengembangannya per 26 April 2024 lalu. Repo github-nya pun sudah diarsip dengan update terakhir di tahun 2020.

Di homebrew MacOs pun paketnya sudah dinyatakan deprecated dan akan dimatikan per 4 Mei 2025 nanti.

Screenshot

Nah, ada banyak tools alternatif pengganti neofetch dan pilihan saya adalah fastfetch. Dia punya kemampuan lebih dibandingkan neofetch. Lebih faster (ciye, ala anak jaksel), lebih banyak fitur, support Wayland (Neofetch technically nggak. Kebetulan saya ada Linux & FreeBSD box yang pakai Wayland), dan yang penting projectnya masih aktif diurusin.

Pengalaman (lagi) dengan Indosat IM3

Melanjutkan postingan saya sebelumnya di sini, saya kembali mencoba untuk menjadi pengguna Indosat IM3. Di postingan tersebut saya mempunyai teori:

  1. Layanan pendaftaran online Indosat IM3 postpaid sangatlah buruk terlebih untuk opsi pengambilan sendiri (self pickup) kartu SIM perdana yang melibatkan pihak ketiga.
  2. Bahwa kalau ingin mendaftar menjadi pengguna Indosat IM3 (postpaid) akan lebih aman jika kita datang fisik ke gerai, kantor atau toko.

Untuk membuktikan teori tersebut pada Kamis malam kemarin (3 Oktober 2024) saya kembali mampir ke Erafone Gandaria City saat pulang kantor.

Sebenarnya sebelum ke Erafone Gancit saya telah beberapa kali menghubungi salah satu officer di gerai Indosat IM3 yang membantu kasus saya di postingan sebelumnya. Sayangnya tidak pernah ada balasan. Jadi ya sudahlah….

SIM Card perdana IM3
Continue reading

Pengalaman Buruk Dengan Indosat M3

Saya sedang membangun sebuah lab di rumah. Dan salah satu experimen yang akan saya lakukan adalah setup load balancing internet connection dengan multi WAN/ISP (internet Service Provider). Di sisi lain saya juga butuh backup koneksi internet alternatif jika provider utama saya sedang ada masalah baik itu koneksi internet di rumah maupun saat sedang mobile.

Namanya alternatif tentu harus dari merk yang berbeda dong. Saat ini backup koneksi saya adalah Live.On. Namun sejak dilebur ke dalam Axis, menurut saya jadinya ribet dan paket yang ditawarkan tidak menarik lagi. Long story short akhirnya saya memutuskan untuk mencoba menggunakan Indosat IM3, langsung postpaid biar ga ribet juga. Alasannya karena koneksi IM3 cukup bagus (beberapa malah lebih bagus) di tempat-tempat yang biasa saya datangi, termasuk di dalam rumah saya sendiri πŸ˜›

Dan di sinilah masalah itu berawal.


Continue reading

Top Apps for My Mac

Berikut ini adalah kumpulan aplikasi yang selalu terinstall pertama kali di Mac yang saya miliki. Sebagai catatan, pekerjaan saya berkaitan erat dengan software development, photo/music editing serta DJ. Oleh karena itu aplikasi-aplikasi yang saya sebutkan di sini akan banyak terkait dengan hal-hal tersebut.

System & Utilities

  • iTerm2, alternatif: Alacritty
  • homebrew, mac user best friend ?
  • Firefox, Chrome, Brave (selain untuk testing, browser-browser ini support DNS over HTTPS (DoH) maupun DNS over TLS (DoT))
  • Moom, untuk window manager
  • Spotify
  • VLC
Continue reading

#RaveFromHome

I love music.
Too bad, i’m still sucks and playing any music instrument πŸ˜› Karena hal tersebut, makanya saya memilih untuk nge-DJ saja.

Nah di era pandemi ini saya punya waktu luang yang sebelumnya terpakai untuk komuter dari kantor ke rumah. Kalau sebelumnya setiap Jum’at malam harus selalu berjibaku dengan kemacetan ibu kota serta padatnya KRL, waktu tersebut bisa saya gunakan buat berlatih.

Jadilah saya tiap Jum’at malam sejak sekitar kwartal pertama 2021 bikin bikin IG live. Isinya 1.5 – 2 jam live gig (kadang sampai 4 jam) saya memainkan berbagai macam genre. Yang umum saja sih semacam House, Tech House, Electro House/EDM, Trance.

Continue reading