Tag Archives: ios
[#31DaysOfDecember] 29 – LG G2 (D802)
I have … well several phones. iPhone5, LG G2 and the bottom of the list is a Firefox OS Flame.
So far i think the best investment i’ve made was my iPhone5. It’s stable, never having issues, all the app i need are there in AppStore and the speaking about UX, well i prefer iOS over any kind of Android. I’m sold to iPhone.
These phones are extension to my photography activities. And when talking about that, my LG-G2 has done awesome jobs.
In daylight, the quality is head to head with the iPhone5 (both using stock camera app). In low light, LG G2 is the winner. LG produced better jpeg than iPhone5. And another strong point in hardware part is LG G2 camera has OIS, optical image stabilization.
OIS help you focus better specially in low light when you need longer shutter release. iPhone5 doesn’t have that, not until iPhone 6 plus released.
Here are some sample of photos I’ve made with LG G2 and its stock camera app. Resize only using Apple Preview.app.
Most of my photos during my trip to Kyoto last March were actually taken with this LG G2. So i really recommended it to you who’s looking for a smartphone with very good camera and reasonable price.
Dunia (Telco) Yang BerAPI
Tulisan ini menyambung tulisan sebelumnya yang berjudul Dunia Penuh API. Topik bahasannya adalah hubungan antara dunia Telco dengan API.
Emang apa hubungannya antara Telco dan API?
Gini, sudah jadi fakta bahwa bisnis telco mulai tergerus dengan adanya layanan-layanan OOT…. eh?! Maaf, maksudnya OTT (Over-The-Top). Operator sekarang dipandang semakin menjadi sekedar pipa bego (dumb pipe) -nya para penyedia layanan OTT ini. Kompetisi di dunia telco terutama di mobile industri sudah berubah.
Telekomunikasi sekarang bukan lagi ngomongin ‘reliability and network scaling‘. Dulu mungkin operator berlomba-lomba menjaga kemampuan pengiriman SMSnya terutama saat lebaran hingga sekian puluhan (atau mungkin ratusan) ribu MDA/seconds. Menjaga supaya angka call drop bisa sekecil mungkin atau bahkan 0%, jangkauan sampai pelosok dan sebagainya.
Sekarang topiknya adalah ‘choice and flexibility of services‘. Orang-orang (apalagi di Indonesia) lebih sibuk milih texting mo pake BBM, WhatsApp, Telegram, WeChat, Line dll. Browser pun banyak pilihan bahkan keyboard app pun bejibun opsinya. Adu banyakan bonus SMS? kayanya dah ga segitu relevan lagi. Dengan pasar mayoritas adalah orang-orang usia muda, mereka akan lebih ribut kalo akses Facebook bermasalah dibandingkan ga dapat bonus SMS :P (ini ilustrasi ngasal saya sendiri).
Di sinilah OTT bermain. Mereka tidak berebut duit dari adu jualan layanan telco (SMS, Tarif Murah, panjang-panjangan Talktime, Paket Data, dll). Yang dikejar justru gimana caranya mengontrol value chain digitalnya dengan model bisnis beraneka ragam. Misalnya mulai dari jualan perangkat elektronik ala Apple, online advertising ala Google, lisensi software, e-commerce dan banyak lagi. Dan mereka ga direpotkan dengan keharusan untuk mikirin (apalagi membangun) infrastruktur jaringan internetnya.
Kenapa? Ya karena para operator Telco, ISP sudah melakukan itu semua. Makanya peta persaingan jadi ga simetris lagi antara operator vs OTT player.
Trus operator mesti ngapain? Ikut-ikutan menjadi OTT player juga? Jualan layanan OTT juga?
Hmmmm, ga harus gitu sih. Dah agak terlambat apalagi kalo mindset orang-orang bisnisnya masih belum nyampai ke sana. Nurut saya, seperti halnya OTT, akan lebih baik kalo telco bisa cari cara/inovasi untuk membuat platform, servis, layanan yang telah dimiliki saat ini untuk lebih ‘open’.
**Telco sudah ga boleh rakus mo makan semuanya. Telco sudah ga boleh lagi ngontrol interaksi atau experience konsumernya. Telco ga boleh lagi jadi walled garden kalo masih pingin eksis.
Tentu saja terminologi ‘open’ ini ada batasannya. Tapi konteksnya di sini para pengguna Telco bukan lagi pengguna biasa yang ingin mengirimkan SMS ke pacarnya atau nelpon gebetannya. Tapi bisa dikembangkan ke sesuatu yang baru. Dalam hal ini adalah para developer, bukan sekedar Content Provider lagi.
Open Source?
Not like that. Kita ga ngomongin ‘source‘-nya, tapi ‘service‘-nya.
Tujuan akhirnya nanti adalah membentuk sebuah ekosistem seperti halnya Google/Apple lakukan.
Analoginya, Nokia jaman dulu adalah sebuah produk all-in. Okelah waktu mereka pakai Symbian udah mulai ada API yang dibuka supaya developer bisa bikin aplikasi untuk ponsel-ponsel nokia. Cuman aplikasi di Nokia belum tentu jalan di Ericsson atau Siemens.
Kemudian 2007, Apple memperkenalkan iPhone yang mengubah segalanya (OK ini lebay tapi fakta). Bukan fisik ponsel atau iOS nya yang membuatnya revolusioner. Adalah iTunes dan AppStore yang membuat iPhone bisa sedahsyat yang diketahui orang hingga kini. Apple hanya membekali iPhone dengan fitur/aplikasi dasar saja. Selanjutnya komunitas pengembang (developer) lah yang berperan penting. Dengan API-API dari IOS yang memungkinkan developer membuat aplikasi yang berinteraksi dengan hardware ponsel, API-API dari layanan-layanan internet, toko tempat menjual aplikasi, skema bagi hasil yang bagus (mungkin iOS developer bisa kasih komentar di sini, @didats? @finan?).
Google kurang lebih menerapkan skemanya sama. Begitu juga Microsoft bahkan Blackberry yang kini nasibnya hidup segan mati juga ga jelas.
Dah di sini masuk bahasan soal Telecom API.
Ada yang pernah tau tentang Twilio?
Twilio menyediakan web service API yang memungkinkan para developer untuk membuat aplikasi yang punya kemampuan mengirim dan menerima SMS dan bahkan membuat serta menerima panggilan telepon. Aksesnya cukup over HTTP.
Ada juga Nexmo, dengan tagline “Any country. Any volume. Any scale.” dia juga menawarkan SMS dan Voice API. Dan yang menggunakan API dari Nexmo ini sudah pada kalian kenal kok. Ada Line, Kakao Talk, Viber :)
Kurang lebih seperti itu lah yang harus dilakukan operator telco saat ini. Ya ya, inipun Telco keduluan orang. But it’s better late then too late isn’t it? #ehh… :P
Mengutip wawancara antara Vanessa Barbé, Produser Telecom APIs Conference dengan James Parton, Direktur Twilio Eropa. Saat Vanessa menanyakan tentang status Telecom API saat ini kaya gimana, James mengatakan:
[blockquote source=”James Parton”]”Honestly it has been tough for Telecom Operators to date. APIs require a new mindset inside the Telco. Its no longer about command and control, its about being open and being committed to long term community building. Historically Telco’s have not been great at that.“[/blockquote]
Jadi kalo ga punya mindset ke arah sana, masih pola pikir lama, ya makin suram aja lah.
Seperti yang saya bilang di ** di atas, Telco dah ga bisa maksa pegang kontrol semuanya, masih mengandalkan model bisnis “all-in-one” lagi. Dan sebagai orang community & open source, it’s already well said by James :)
Jangan kejebak lagi berinovasi dengan fokus adu fancy teknologi (NFS, IMS, RCS, M2M, bla bla bla). Saatnya geser ke ekosistem. Balik ke soal mindset tadi, ini butuh pemahaman gimana caranya ekosistem tadi harus dibentuk dan gimana caranya nanti si ekosistem tadi dapat menyerap bahkan menginkatkan inovasi.
It’s time to mashup. Time to collaborate.
Buat para pengembang aplikasi, yang disasar bukan lagi long tail app. Pasar Enterprise yang harus jadi fokus.
Tapi (ada tapinya nih) tetap ada PR-PR juga dibaliknya, apalagi yang terkait regulatory. *sigh* :D
Anyway, ada yang tertarik jadi tester Telecom API (versi cupu-cupuan dulu)?
- Martin Geddes Consulting: Introduction to Telco-OTT Services” (3 May 2012)
- Ovum: Mobile Operator Strategies for Defending Against OTT Competition” (12 September 2012)
- A few myths about Telco and OTT models
- Ovum: The new telco value chain should include over-the-top players
- telcos vs ott services
- Interview with James Parton, Director of Twilio Europe
- Telco vs OTT Services
Membuat iPhone dan iPod Touch kamu jadi Motion-Based Music Instrument
Awal 2012 lalu saya berkesempatan sharing di acara bertajuk Wikufest.
Saat itu saya coba highlight apa yang bisa kita gunakan dari ponsel, barang yang saat ini bisa dibilang selalu ada di jangkauan kita.
Kunci-nya sih app.
Contoh yang saya berikan waktu itu di antaranya pemanfaatan ponsel untuk bisnis VAS, monitoring status mobil, main musik juga buat militer :)
Nah sekarang ini ga cuman app ajah yang memaksimalkan potensi sebuah smartphone. Tapi ada hardware-hardware pendukung yang jadi komplementasinya. Pernah dengar atau tahu aksesoris fitnes bernama Nike FuelBand atau Jawbone app? Rekan kerja di kantor sih keranjingan hacking bikin drone, trus kontrol via android device.
Nah berikut ini berkaitan dengan musik. iOS device + musik sebetulnya kombinasi yang sudah umum, namun perangkat satu ini sangat unik (saat ini).
Namanya AUUG Motion Synth.
Ini adalah sebuah project di kickstarter yang cita-citanya mengubah iPhone/iPod Touch kamu jadi sebuah instrumen musik yang baru dan cukup unik. Kamu bisa memainkan nada maupun menggubah suara cukup dengan gerakan tangan saja (motion).
Selain itu AUUG juga bisa mengontrol software di komputer kamu secara wireless. Di juha bisa mengontrol perangkat-perangkat musik non-wireless lewat kabel MIDI. Kompatibel dengan iPhone 4s++ dan iPod Touch generasi 5 dan setelahnya.
Penasaran?
Lihat video berikut dan silakan meluncur ajah ke http://www.auug.com/
Antara IM3, iPhone4 dan Fixed Dial Numbers
Saya punya sebuah iPhone4 yang praktis sekarang bisa dibilang nganggur sejak saya menggunakan iPhone5. Well, ga sepenuhnya nganggur sih. Sewaktu traveling ke Jepang + USA + Singapore justru iPhone4 ini jadi ponsel utama. Kartu-kartu operator lokal di negara-negara tersebut saya pasang di iPhone4 ini. Phone working fine, yah iOS 6.1.2 sepertinya membuat iPhone4 bekerja sedikit lambat untuk beberapa aplikasi. Yang paling berasa saat maenan instagram. Selebihnya baik-baik saja.
Nah hari ini saya mo masang kartu operator lokal. Jadilah saya malam ini maen ke Giant + Lotte Bintaro mencari SIM card perdana simPATI dan ga ada yang jual. Alasan standar sih “lagi kosong”, but who knows? Akhirnya saya iseng-iseng beli paket perdana IM3 ajah seharga 10ribu di Sentra Ponsel Lotte Bintaro.
Keanehan terjadi saat saya mau mengaktifkan perdana IM3 ini di Sentra Ponsel. Network tidak terdeksi. Setelah ngubek-ngubek setingan iOS, reset setting tetap saja No Services. Karena saya ga mo ngerepotin mbak yang di Sentra Ponsel itu akhirnya saya bayar saja dulu n pindah ke 7-11.
Kejadiannya adalah begitu pasang perdana IM3 yang terjadi pertama kali adalah muncul notifikasi “Fixed Number Dialing Activated”
Apapula ini? Seumur-umur pake iOS ga pernah dapat pesan kaya gini.
Yang lebih aneh lagi pas browsing ke situsnya Indosat disebutkan
“Bagi seluruh pengguna handset, pastikan Fixed Dial Number (FDN) di non-aktifkan saat melakukan aktivasi untuk menghindari kegagalan registrasi prabayar. Jika terjadi kegagalan registrasi, gunakan handset lain.”
Halo? Handset lain saya cuman iPhone5 dan ga ada jaminan saya ga akan ngalamin kejadian yang sama secara sama-sama pake iOS cuman beda versi saja. Kemudian mo aktivasi pake smartphone ajah kok beribet amat sih, harus pake handset lain segala?
Jadilah saya nyari tau apa itu Fixed Dial Number (FDN).
Menyimpulkan dari Wikipedia dan berbagai thread forum yang membahas problem yang sama di berbagai handset,
Fixed Dialing Number (FDN) adalah sebuah layanan yang ditanam di SIM card GSM. Jadi dari operator nih bukan dari pabrikan ponsel. Saat FDN aktif, SIM card tersebut cuman bisa nelpon ke nomor-nomor yang sudah kita daftarin ke FDN. Layanan ini berguna misalnya buat orang tua yang pingin batasin pemakaian ponsel anaknya cuman boleh nelpon/sms ke nomor-nomor tertentu. Tidak semua SIM card mendukung layanan ini. Kalo kita mo make pun kita harus ngisi PIN yang tiap SIM card berbeda dan PIN ini hanya disediakan oleh operator. PIN nya juga beda dengan PIN standar SIM card yang 1234 itu.
Like I said, there’s nothing wrong with the phone. Dipasangi Axis, simPATI, kartuHALO, Ready SIM USA, sampe terakhir Hi-Card Singtel ga ada masalah. As matter of fact, I’m still using the SingTel Hi Card.
Dugaanku sih Indosat ngaktifin fitur ini untuk ngerestrict kartu perdana supaya ga bisa nelpon sebelum aktivasi. Lha masalahe gimana saya bisa aktivasi wong jadinya tuh kartu malah masalah di iPhone4 saya, diapainpun sampe reset all setting tetap saja “No Service”.
Akhirnya saya beli perdana lain buat membuktikan teori di atas. Di 7-11 saya beli perdana XL. Sialnya XL ga punya microSIM, dan sevel ga punya pemotong SIM Card biasa ke Micro SIM :( Moga-moga ada SIM card cutter di rumah, kalo ga kepaksa ke kantor deh besok demi motong SIM card doang :P
ah, a note from samsung.com
Not all SIM cards have a PIN2 code. If your SIM card does not, this menu option is not displayed. You must obtain your PIN2 code from your service provider
Perfect :)
[divider]
update
Ternyata ada MicroSIM cutter di rumah dan kartu XL nya berfungsi dengan baik mulai dari aktivasi sampai kirim SMS di iPhone4 ini :)
Reservasi Restoran via Facebook
Pengguna Facebook udah bisa beli-beli hadiah dan maen game tanpa meninggalkan halaman raja jejaring sosial ini. Nah kini mereka juga bisa melakukan reservasi restoran. Facebook dan OpenTable baru saja mengumumkan kerjasamanya.
OpenTable adalah sebuah perusahaan yang menyediakan layanan reservasi restoran secara online. Saat ini OpenTable melayani reservasi untuk sekitar 28,000 restoran di Amerika Serikat dan beberaka kota besar internasional lainnya.
OpenTable sendiri sih sudah punya mobile app untuk iOS, Androd, Windows Phone, Blackberry bahkan untuk Kindle Fire. Tapi kerjasamanya dengan Facebook akan membuat OpenMobile jauh lebih “accessible”. Maksudnya, dari berbagai macam studi kita semua tahu kalau Facebook sudah menjadi part of the lifestyle generasi mobile sekarang ini. Satu sisi mereka ga perlu meninggalkan view Facebook mereka untuk reservasi restoran (atau bahkan install mobile app tersendiri), OpenTable juga akan mendapatkan keuntungan dengan efek viral raja social networking ini.
Di sisi lain, Facebook makin menunjukkan taringnya untuk dominan di mobile services diluar dari layanan jejaring sosialnya sendiri.
Nah ini saya iseng-iseng nyobain ‘reservasi’ restoran somewhere di Santa Clara, CA sana :P
go visit your restaurant FB Page |
choose your date and time |
Dropbox luncurkan Datastore dan Drop-Ins API
Sepertinya kalau kita ngomongin cloud storage, salah satu nama yang hampir pasti akan selalu kesebut adalah Dropbox. Nah baru-baru ini, Dropbox baru saja meluncurkan 2 API yang cukup powerdul yaitu Datastore API dan Drop-Ins API. 2 API ini makin menegaskan saja kalo Dropbox sekarang ga cuman bermain di segmen file storage biasa tapi menyentuh ke level aplikasi.
Nah yang pertama, Datastore API.
API ini dapat menyimpan data terstruktur apa saja atau metadata dari sebuah aplikasi. Nah, hal ini membuat para developer dapat melindungi data pelanggan mereka bahkan saat mereka melakukan perubahan data secara offline sekalipun. Ini berguna banget buat layanan-layanan yang butuh sinkronisasi kaya to-do list, addressbook, atau layanan lain yang datanya diakses lintas device, lintas platform online maupun offline. SDK nya sudah ada untuk iOS, Android dan JavaScript.
Kemudian Drop-Ins API yang terdiri dari 2 segmen yaitu Chooser dan Saver yang memudahkan pengguna untuk mengakses file dari Dropbox atau menyimpan file ke dalam dropbox dari aplikasi lain. Chooser saat ini tersedia untuk iOS dan Android sementara Saver saat ini untuk webapps saja.
Jadi, para developer sekarang tidak perlu ribet. Karena 2 API tadi adalah salah satu upaya Dropbox membantu pengembang membuat aplikasi cross platform untuk membuat aplikasi dengan dropbox sebagai backend. Ada yang sudah mulai nyoba-nyoba API nya?