Met Tahun Baru & Met Ulang Tahun IPv6

Januari 20 tahun lalu, sebuah inisiasi pembaruan sistem IP diluncurkan dikenal sebagai IP versi 6 (IPv6). IPv6 ini jauh lebih mau dibandingkan dengan IPv4 yang secara defacto saat ini digunakan oleh semua orang, semua perangkat. Mengingat perkataan salah seorang dosen saya dulu serta trainer datacomm, metaforanya dengan menggunakan IPv6 setiap butir pasir di bumi ini bisa punya alamat IP masing-masing. Bandingkan dengan IPv4 yang bisa dibilang sudah kehabisan alokasi IP sejak beberapa tahun terakhir.

Nah, dalam ulang tahun-nya yang ke-20 ini apa sajakah yang sudah dicapai oleh IPv6?
Hmmm, sayangnya belum banyak sih. Data dari Google menunjukkan bahwa adopsi IPv6 masih di angka 10%. Hey but it’s good compared to 6% at the end of 2014.

Continue reading “Met Tahun Baru & Met Ulang Tahun IPv6”

Firefox 29 Australis

Pertama kali melihat Firefox #Australis adalah saat saya berada di Mozilla Summit Oktober 2013 di Santa Clara, CA. Namun saat itu, kesan yang timbul dari presentasi mengenai #Australis lebih ke arah theme browser Firefox. Dan beberapa jam sebelum terbang ke San Francisco minggu kemarin saya berkesempatan mencoba sendiri versi official Mozilla Firefox 29 yang mengimplementasikan #Australis ini.

Pas berkesempatan mampir ke kantor Mozilla untuk ikutan launching party Firefox 29 ini, saya menyempatkan bertanya-tanya ke beberapa orang UX designer mengenai fitur-fitur di baliknya.

Awesome, it’s not just a skin make over.
I could say that Firefox 29 is the largest update to Firefox since.… well, ever :)

Secara kasat mata, FFx 29 layoutnya sederhana, lembut dan mirip Google Chrome. Seperti gambar di bawah ini, bentuk tabsnya yang bulat ga kotak lagi, bagian paling kanan atas digantikan dengan ikon menu. Yang masih tersisa adalah kotak pencarian (search bar) dan tombol ‘Back’ yang gede banget itu. Mengingatkan tombol-tombol di Netscape 6 aja.

 

Firefox 29 vs Chrome
Firefox 29 vs Chrome

Selain tampilan yang berubah total, Firefox 29 juga mempunyai update terhadap fitur Firefox Sync. Sekarang kita bisa menggunakan Firefox Accounts. Opsi customization-nya juga jadi lebih banyak.

firefox-sync
firefox-sync

Buat yang belum tahu apa itu Firefox Sync, fitur ini bisa dibilang sama dengan punya Google Chrome. Dengan Sync, kamu bisa membawa informasi tabs yang kamu buka, bookmark juga info-info personal lainnya ke berbagai perangkat yang kamu gunakan selama itu menggunakan browser Firefox. Katakanlah isi bookmark Firefox di Macbook kamu akan sama dengan Firefox yang ada di tablet maupun ponsel Android kamu (juga ponsel/tablet Firefox OS). Di manapun kamu membuat isian bookmark, dia akan tereplikasi ke perangkat-perangkat lainnya. Cukup login menggunakan Firefox Accounts saja di semua perangkat tadi.

Yup, sama halnya dengan akun Google (gmail) kamu, Firefox Accounts ini -juga merupakan bagian dari Firefox OS- memungkinkan pengguna melacak login mereka untuk berbagai layanan, serta bookmark, history browsing, dan setiap tab yang terbuka.

Berikut ini adalah release notes Firefox 29:

  • New: Significant new customization mode makes it easy to personalize your Web experience to access the features you use the most (learn more).
  • New: A new, easy to access menu sits in the right hand corner of Firefox and includes popular browser controls.
  • New: Sleek new tabs provide an overall smoother look and fade into the background when not active.
  • New: An interactive onboarding tour to guide users through the new Firefox changes.
  • New: The ability to set up Firefox Sync by creating a Firefox account (learn more).
  • New: Gamepad API finalized and enabled (learn more).
  • New: Malay [ma] locale added.
  • Changed: Clicking on a W3C Web Notification will switch to the originating tab.
  • Developer: ‘box-sizing’ (dropping the -moz- prefix) implemented (learn more).
  • Developer: Console object available in Web Workers (learn more).
  • Developer: Promises enabled by default (learn more).
  • Developer: SharedWorker enabled by default.
  • Developer: input type=”number” implemented and enabled.
  • Developer: input type=”color” implemented and enabled.
  • Developer: Enabled ECMAScript Internationalization API.
  • Developer: Add-on bar has been removed, content moved to navigation bar.

Jadi, tunggu apa lagi?

Segeralah update Firefox kamu ke versi 29 Australis.

Dunia (Telco) Yang BerAPI

Tulisan ini menyambung tulisan sebelumnya yang berjudul Dunia Penuh API. Topik bahasannya adalah hubungan antara dunia Telco dengan API.

fb-status-20140402

Emang apa hubungannya antara Telco dan API?

Gini, sudah jadi fakta bahwa bisnis telco mulai tergerus dengan adanya layanan-layanan OOT…. eh?! Maaf, maksudnya OTT (Over-The-Top). Operator sekarang dipandang semakin menjadi sekedar pipa bego (dumb pipe) -nya para penyedia layanan OTT ini. Kompetisi di dunia telco terutama di mobile industri sudah berubah.

Telekomunikasi sekarang bukan lagi ngomongin ‘reliability and network scaling‘. Dulu mungkin operator berlomba-lomba menjaga kemampuan pengiriman SMSnya terutama saat lebaran hingga sekian puluhan (atau mungkin ratusan) ribu MDA/seconds. Menjaga supaya angka call drop bisa sekecil mungkin atau bahkan 0%, jangkauan sampai pelosok dan sebagainya.

Sekarang topiknya adalah ‘choice and flexibility of services‘. Orang-orang (apalagi di Indonesia) lebih sibuk milih texting mo pake BBM, WhatsApp, Telegram, WeChat, Line dll. Browser pun banyak pilihan bahkan keyboard app pun bejibun opsinya. Adu banyakan bonus SMS? kayanya dah ga segitu relevan lagi. Dengan pasar mayoritas adalah orang-orang usia muda, mereka akan lebih ribut kalo akses Facebook bermasalah dibandingkan ga dapat bonus SMS :P (ini ilustrasi ngasal saya sendiri).

Di sinilah OTT bermain. Mereka tidak berebut duit dari adu jualan layanan telco (SMS, Tarif Murah, panjang-panjangan Talktime, Paket Data, dll). Yang dikejar justru gimana caranya mengontrol value chain digitalnya dengan model bisnis beraneka ragam. Misalnya mulai dari jualan perangkat elektronik ala Apple, online advertising ala Google, lisensi software, e-commerce dan banyak lagi. Dan mereka ga direpotkan dengan keharusan untuk mikirin (apalagi membangun) infrastruktur jaringan internetnya.

Bayangan orang umumnya tentang Telco vs OTT
-source: IDATE (http://blog.idate.fr/telcos-vs-ott-services/)

Kenapa? Ya karena para operator Telco, ISP sudah melakukan itu semua. Makanya peta persaingan jadi ga simetris lagi antara operator vs OTT player.

Trus operator mesti ngapain? Ikut-ikutan menjadi OTT player juga? Jualan layanan OTT juga?

Hmmmm, ga harus gitu sih. Dah agak terlambat apalagi kalo mindset orang-orang bisnisnya masih belum nyampai ke sana. Nurut saya, seperti halnya OTT, akan lebih baik kalo telco bisa cari cara/inovasi untuk membuat platform, servis, layanan yang telah dimiliki saat ini untuk lebih ‘open’.

**Telco sudah ga boleh rakus mo makan semuanya. Telco sudah ga boleh lagi ngontrol interaksi atau experience konsumernya. Telco ga boleh lagi jadi walled garden kalo masih pingin eksis.

Tentu saja terminologi ‘open’ ini ada batasannya. Tapi konteksnya di sini para pengguna Telco bukan lagi pengguna biasa yang ingin mengirimkan SMS ke pacarnya atau nelpon gebetannya. Tapi bisa dikembangkan ke sesuatu yang baru. Dalam hal ini adalah para developer, bukan sekedar Content Provider lagi.

Open Source?
Not like that. Kita ga ngomongin ‘source‘-nya, tapi ‘service‘-nya.

Tujuan akhirnya nanti adalah membentuk sebuah ekosistem seperti halnya Google/Apple lakukan.
Analoginya, Nokia jaman dulu adalah sebuah produk all-in. Okelah waktu mereka pakai Symbian udah mulai ada API yang dibuka supaya developer bisa bikin aplikasi untuk ponsel-ponsel nokia. Cuman aplikasi di Nokia belum tentu jalan di Ericsson atau Siemens.

Kemudian 2007, Apple memperkenalkan iPhone yang mengubah segalanya (OK ini lebay tapi fakta). Bukan fisik ponsel atau iOS nya yang membuatnya revolusioner. Adalah iTunes dan AppStore yang membuat iPhone bisa sedahsyat yang diketahui orang hingga kini. Apple hanya membekali iPhone dengan fitur/aplikasi dasar saja. Selanjutnya komunitas pengembang (developer) lah yang berperan penting. Dengan API-API dari IOS yang memungkinkan developer membuat aplikasi yang berinteraksi dengan hardware ponsel, API-API dari layanan-layanan internet, toko tempat menjual aplikasi, skema bagi hasil yang bagus (mungkin iOS developer bisa kasih komentar di sini, @didats? @finan?).

Google kurang lebih menerapkan skemanya sama. Begitu juga Microsoft bahkan Blackberry yang kini nasibnya hidup segan mati juga ga jelas.

Dah di sini masuk bahasan soal Telecom API.

Ada yang pernah tau tentang Twilio?

Twilio menyediakan web service API yang memungkinkan para developer untuk membuat aplikasi yang punya kemampuan mengirim dan menerima SMS dan bahkan membuat serta menerima panggilan telepon. Aksesnya cukup over HTTP.

Ada juga Nexmo, dengan tagline “Any country. Any volume. Any scale.” dia juga menawarkan SMS dan Voice API. Dan yang menggunakan API dari Nexmo ini sudah pada kalian kenal kok. Ada Line, Kakao Talk, Viber :)

Kurang lebih seperti itu lah yang harus dilakukan operator telco saat ini. Ya ya, inipun Telco keduluan orang. But it’s better late then too late isn’t it? #ehh… :P

Mengutip wawancara antara Vanessa Barbé, Produser Telecom APIs Conference dengan James Parton, Direktur Twilio Eropa. Saat Vanessa menanyakan tentang status Telecom API saat ini kaya gimana, James mengatakan:
[blockquote source=”James Parton”]”Honestly it has been tough for Telecom Operators to date. APIs require a new mindset inside the Telco. Its no longer about command and control, its about being open and being committed to long term community building. Historically Telco’s have not been great at that.“[/blockquote]

Jadi kalo ga punya mindset ke arah sana, masih pola pikir lama, ya makin suram aja lah.
Seperti yang saya bilang di ** di atas, Telco dah ga bisa maksa pegang kontrol semuanya, masih mengandalkan model bisnis “all-in-one” lagi. Dan sebagai orang community & open source, it’s already well said by James :)

Contoh kolaborasi Telco & OTT :)
– source: http://blog.idate.fr/telcos-vs-ott-services/

Jangan kejebak lagi berinovasi dengan fokus adu fancy teknologi (NFS, IMS, RCS, M2M, bla bla bla). Saatnya geser ke ekosistem. Balik ke soal mindset tadi, ini butuh pemahaman gimana caranya ekosistem tadi harus dibentuk dan gimana caranya nanti si ekosistem tadi dapat menyerap bahkan menginkatkan inovasi.

It’s time to mashup. Time to collaborate.

Buat para pengembang aplikasi, yang disasar bukan lagi long tail app. Pasar Enterprise yang harus jadi fokus.

Tapi (ada tapinya nih) tetap ada PR-PR juga dibaliknya, apalagi yang terkait regulatory. *sigh* :D

Anyway, ada yang tertarik jadi tester Telecom API (versi cupu-cupuan dulu)?

Dunia Penuh API

Tadinya sih mau ngasih judul World of API, tapi kok keminggris banget yah? :p Ya wis, akhirnya pakai judul Dunia Penuh API saja, mayan juga ada kesan dikit dramatis hehehehehehe.

*bletakk*

OK, ok. Saya ga ngomongin kebakaran. API di sini adalah akronim dari Application Programming Interface.

Apa itu API?

Detilnya sih bisa dibaca di sini, tapi secara garis besar API adalah sebuah kumpulan instruksi dan standar pemrograman, protokol, data yang digunakan supaya sebuah aplikasi dapat berkomunikasi dengan aplikasi lainnya. API memungkinkan pertukaran data/informasi antar program. Misalnya saja mengambil data nilai tukar mata uang asing dari Google/situs bank untuk menghitung data-data di spreadsheet kamu yang akan kamu gunakan untuk menyusun itenerary liburan ke luar negeri. Atau saya menggunakan API yang disediakan oleh Instagram yang memungkinkan saya untuk mencari foto-foto dengan tag Danbo, kemudian memilahnya dan mengemasnya menjadi sebuah aplikasi Firefox OS (haduh, lupa euy belum upload ke Market Place).

Analoginya, API itu adalah kepingan lego yang masing-masing punya fungsi khusus dan terbatas yang merupakan hasil penyederhanaan dari proses kompleks di belakangnya. Kepingan-kepingan lego ini nanti dapat kita susun sesuai kemauan kita ingin membangun apa.

Di era Internet of Things ini, peran API menjadi sangat-sangat penting. API menentukan bagaimana para developer membuat aplikasi.

Kok bisa?

Karena app era sekarang ga bisa lepas dengan web services, cloud, dan komunikasi dengan app lainnya. Contoh lagi, untuk otentikasi pengguna sebuah aplikasi kita tidak perlu repot-repot membuat akun dan mengisi segala detil informasi diri yang disyaratkan. Cukup gunakan akun Facebook atau Twitter atau Google+/Gmail yang telah kita miliki.

API membuat pengembangan sebuah aplikasi menjadi jauh lebih efisien. Dengan banyaknya API, kreatifitas untuk membuat solusi dari permasalahan-permasalahan yang ada ataupun sekedar mewujudkan ide-ide gila bisa terbilang nyaris tak terbatas.

Contoh API Twitter untuk streaming tweet

Nah, sudut pandangnya sekarang bukan bikin sistem, app lagi. Tapi bikin service, layanan, fungsi yang nantinya dapat dipakai oleh service/layanan/fungsi lainnya menjadi sebuah mashup (bukan mahzab yah).

Next: Dunia (Telco) Penuh API

1981 Landings Drive Building K

 

Mozilla Spaces around the world
Mozilla Spaces around the world

That is the map of Mozilla Spaces

For some point, I assumed those are also Mozilla Offices.

But before all of those stars on the map above, there was  this building.

Building K

if you open the wikipedia entry about Mozilla Foundation, you could see that photo also (from different angle). It’s located on 1981 Landings Drive, Building K.

1981 Landings Drive Building K, Mountain View - CA
37°25’6″N 122°5’15″W

And we are very grateful to Pascal that has brought us there. He told us stories about the building and the people. About the highway 101, the Google canteen across the street and many other else. I’m sure the team that’s been long with Mozilla  will have many stories to be told about that time :)

at the starting point :P
at the starting point :P

The building was the former office shared by both the Mozilla Foundation and the Mozilla Corporation until July 2009. It could be the Netscape building, but I think this is the place where everything ‘Mozilla’ (not just the browser) was started

ps:

This a blogpost from Justin Dolske telling the history about the bay area where Mozilla San Francisco Office is now.

Mozilla office history

Google kalah dari Yahoo

yahoogleUntuk pertama kalinya dalam lima tahun terakhir, Google tidak lagi menjadi juara dalam konteks trafik internet di Amerika. Dan yang tidak disangka, yang ngalahin adalah Yahoo yang mungkin dalam 5 tahun ini malah mungkin dipandang kaya macan ompong :)

Berdasarkan laporan dari ComScore untuk July 2013, Yahoo unggul tipis dari Google dengan angka 196,564 vs 192,251 (x1000). Data dari comScore sendiri menunjukkan terakhir kali Yahoo unggul dari Google sekitar bulan April 2008 (walaupun Mei 2011 kayanya sempat unggul juga sih).

Beberapa pihak menyatakan kalau Tumblr nyumbang tambahan trafik yang cukup signifikan. Cuman comScore sendiri belum menggabungkan trafik Yahoo dengan Tumblr. Jadi, kira-kira apa penyebab unique visitor si Yahoo nambah ya?

comscore-march-2008
comscore-may-2011 comscore-july-2013