2000km – Malang

29-07-2010

Kamis malam jam 10 berangkat dari Magetan. Rutenya dari dusun Babadan ngikutin jalan ke arah Gorang Gareng (ya namanya unik) – Takeran. Buset ini jalan lempeng lurussss tapi juga sueeepiiii. Kiri kanan cuman ada sawah ma kebon tebu saja. Tapi setelah sekitar 30 menit tahu-tahu dah menyusuri tanggul bengawan  di Madiun. Keluar Madiun masuk jalur tengah jawa timur yang menghubungkan Madiun – Nganjuk – Jombang – Mojokerto.

Jalur ini termasuk death route. Karena kecil, isinya banyakan bus dan truk. Bus dengan nyetir ala game GTA, truk dengan speed saingan ma bekicot. Dan akhirnya meninggalkan kita yang pakai kendaraan pribadi sebagai kasta terakhir. And I told you, being reckless here is  suicide. Karena kepingin buru-buru lepas dari jalur ini saya nyaris ajah kecelakaan. Posisi mobil sudah terjepit ditengah, di kiri ada truk super lemot segede paus yg ngabisin sisi kanan lajur, dari depan ada truk bagong yang sedang speeding. Cuman bisa ngerem habis berharap truk lemot sebelah kiri segera berlalu supaya bisa ambil ruang di belakangnya. But it never happened. Akhirnya truk dari depan sedikit banting kiri untuk menghindari impact tepat pada saat ekor truk lemot di sisi kiri saya berlalu.

Phew ….

30-07-2010

Sampai Singosari – Malang jam 2 pagi lebih dikit disambut Budi yang langsung balik ke Malang setelah pemakaman nenek sebelumnya.

Karena ragu-ragu mo beli makan apa ga semenjak dari Lawang, akhirnya saya malah ga nemu warung lagi yang masih buka sampai rumah. Blah :P Ya udah, nyampai langsung tidur deh.

Acara pagi mestinya mo ngantar Budi n Didik survey ke dealer-dealer motor. Yah kebetulan saya ada rejeki, jadi mo beliin (baca: kriditin) 2 adik cowok saya ini sebuah motor. Cuman karena sesuatu hal ga jadi, mereka malah asyik maen PS sementara saya dan Rara ke kota untuk kopdar dengan teman-teman dari BloggerNgalam, milis id-gmail yg juga hybrid  di id-anime.

Saya lebih konsen makan dan minum, sementara Rara aktif berdikusi dengan teman-teman blogger. Luwe rek …

Kopdar Malang di Cafe Illy

Kopdar Malang di Cafe Illy, fasilitator sandynata.wordpress.com

Kopdar Malang di Cafe Illy

Kopdar Malang di Cafe Illy, fasilitator sandynata.wordpress.com

Selepas kopdar menyempatkan diri dulu bungkus 8 porsi (yup, 8 porsi) bakso “Solo” yang ada di blimbing. Orang rumah pada mo bakso soale. Kemudian mampir ke Riverside untuk ketemu dengan Jeng Dian Ina yang Minggu tanggal 1 nya akan melangsungkan pernikahan dengan denmas Purwa Mahendra :) Ngobrol ma Jeng Ina itu emang ga ada abisnya. Hehehehehe, dah lewat jam 10 ajah padahal jam 2 pagi nanti dah harus roadtrip lagi balik ke Jakarta.

Biyuh, minggu yang melelahkan dan banyak kenangan.

2000km – Magetan

28-07-2010

Hari pertama di Magetan cuma tidur sampai menjelang dhuhur (nyetir 15 jam itu cuapek banget jendral), maem siang trus turun ke kali tempat saya sering main waktu kecil dulu. Batu gunung segede kebo yang dulu ada di sisi jalan sudah ga ada. Hutan bambu juga mulai berkurang kayanya karena banyak yang ditebang baru-baru ini.

Sampai di bawah, sungai yang dulu tempat saya maen waktu kecil, ngadem kalo pas kepanasan siang-siang, nyari ikan wader ma udang baru (mayan buat lauk makan) masih mengalir kencang. Ga sejernih dulu, sepertinya di hulu ada bagian yang berpasir/berlumpur. Jembatan yang menghubungkan 2 bukit dan 2 desa sudah berganti dengan jembatan beton yang kokoh.

Kali Alastuwo

Sungai itu masih mengalir seperti dulu

nampang :P

kucel-kucel tetap narsis :P

Tanaman Pengganti Padi

Ubi jalar, kacang tanah, kol

Sayang hamparan sawahnya banyak beralih fungsi ditanamin tumbuhan lain. Entah karena musim tanam padi sudah lewat sehingga diganti umbi-umbian, kacang dan jagung. Atau memang bertanam padi sudah sebegitu kecil profitnya sehingga para petani mencoba peruntungan dengan menanam tumbuhan lain.

Sisi selatan sungai

Sisi selatan sungai, dusun Gandon

Sisi utara sungai

Sisi utara sungai, rumah almarhum nenek pas di ujung jalan

Pas berlibur ke rumah almarhum nenek, saya ma teman-teman sekampung dulu suka kejar-kejaran dari ujung utara ke ujung selatan. Abis itu kalau capek ya numpang nggletak di gubuk yang ada di sawah, atau kalo ga ya kungkum di kali.

Bunga liar di ujung jembatan

Bunga liar di ujung jembatan

Bunga liar di ujung jembatan

Bunga liar di ujung jembatan

Langit di Ujung Bukit

Langit di Ujung Bukit, cuman modal ixus not a good shot

Suasana segar pedesaan yang belum banyak terjamah bangunan beton, masih banyak tumbuhan, sungguh menyegarkan fisik maupun pikiran.

Setelah puas lihat-lihat sawah dan sungai, saya mesti jadi sopir. Mengantarkan adik , paman n para bibi ke pasar untuk mencari bahan-bahan keperluan tahlilan untuk 5 hari ke depan. Jadilah ber-6 agak berdesakan di Rush yg mestinya isinya cuman buat 5 orang ^_^.

Sementara yang lain belanja di pasar, saya mengantarkan Rara jalan menyusuri bagian depan pasar. Pasar sayur ini ga terlintas keluar dari ingatan saya. Saya masih rancu dengan pasar baru yang letaknya di dekat alun-alun Kota Magetan. Entahlah. Seingat saya dulu banget pernah ikut almarhum nenek jualan beras, ada lapak yang cuman terbuat dari lantai semen di mana pedagang bisa gelar dagangannya di situ. I dont know which one it was …

Di depan pasar ada penjual bakso dan kami tergoda untuk mencicipinya (Rara sih, bukan saya). Jadilah order semangkok (yang kemudian nambah semangkok lagi). Plus 2 gelas es degan (kelapa muda). Karena dah sore, menunya tinggal dikit. Tapi rasanya tetap mak nyuzzz

Bakso depan Pasar Sayur Magetan

Bakso depan Pasar Sayur Magetan

Online terus

Online di Pasar

Kebetulan sinyal Telkomsel Flash dan IM2 Broom di depan pasar ini cukup bagus. Jadi pas hari kedua kami ke pasar lagi, saya masih sempat buka Mac, VPN ke kantor dan remote beberapa pekerjaan. Jadilah saya diketawain Rara (yang kembali makan bakso itu lagi) karena setelah sadar saya ternyata udah dikerumuni beberapa anak SD yang baru pulang sekolah yang mungkin belum pernah lihat orang buka-buka laptop di pasar :P

Pasar Sayur Magetan

Para bibi menawar harga, sementara adik memeriksa daftar belanjaan

Oh iya, sempat memperhatikan ibu ini dan ambil beberapa fotonya. Sendirian beliau membawa segitu banyak besek (kotak dari anyaman bambu) untuk dijajakan di pasar.

Ibu penjual Besek

Ibu Penjual Besek

Ibu Penjual Besek

Melihat ini jadi miris dan trenyuh rasanya. Teringat almarhum nenek, cuman bisa membuat menitikkan air mata. Sementara di Jakarta para anggota dewan keparat itu sibuk hambur-hamburkan duit untuk kegiatan yang ga banyak guna, di sini orang-orang struggle untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mungkin ga seberapa.

Cih.

Mobil Cetul di Pasar Sayur

Mobil Cetul di Pasar Sayur - Hari Pertama

Kami dulu menyebutnya mobil cetul (e dibaca seperti di echo atau gawe). Entah mobil di atas isinya apa,yang jelas roda belakang sampai sebegitunya.

Mitsubishi

Mitsubishi rules!!!

Mitsubishi memang jaminan sebagai kendaraan angkut yang handal. Mobil-mobil di pasar ini saya perhatikan di atas 90% menggunakan merek pabrikan Jepang dengan lambang 3 berlian ini.

Selepas dari pasar kembali ke rumah untuk persiapan tahlilan. Selesai tahlilan saya sempat mengantar pulang dulu sepupu dan putranya yang lucu ini.

Mas Dimas

Mas Dimas

Mas Dimas

Mas Dimas

Jam 10 malam saya, rara bersama 2 adik saya (yuli n didik) plus agus (sepupu) berangkat ke Malang. Tujuannya sih ngantar mereka pulang ke Malang plus supaya saya punya spare waktu istirahat karena setelahnya harus kembali menyusuri pantura untuk kembali ke Jakarta.

Selamat tinggal Magetan. Selamat jalan Mbah Suliatun, semoga amal ibadahmu akan mendapat pahala yang setimpal dan dapat beristirahat dengan tenang di sisi Allah SWT.

2000km – Journey To The East

27-07-2010

Hampir 2000 kilometer
120 jam
6 hari
5 malam

Itu jarak dan waktu tempuh perjalanan yang aku lakukan minggu kemarin. Dari bagian barat pulau Jawa menuju ke sisi timur dan kemudian kembali ke barat lagi. Baru kali ini menyetir mobil sejauh itu hampir sepanjang waktu.

Journey to The East
Ini bukan novel dari Jerman, tapi memang perjalanan awal yang saya lakukan ke arah timur pulau Jawa dengan starting point Bintaro, Tangerang Selatan.

Kenapa?
Manusia berencana, tapi Allah lah yang menentukan segalanya.
Sebelumnya saya sudah mengajukan cuti ke kantor tanggal 30 Juli – 3 Agustus 2010. Agendanya adalah menghadiri resepsi pernikahan Jeng Ina – Mahen di Malang. Kebetulan sekali karena lokasi resepsi cuman sekoprolan saja dari rumah orang tua, jadi bisa sekalian mudik. Ketemu keluarga di Malang.

Request cuti telah dibuat, tinggal nunggu notifikasi approval dari Pak Bos. Hari Senin sewaktu otw ke kantor, ada telpon dari rumah Malang. Yuli adikku sambil nangis ngasih tahu kalau nenek yang dah beberapa bulan ini di Malang baru saja wafat.

*Deg*

Cuman bisa istighfar, mengucap inna lillahi wa inna ilaihi raji’un sambil menenangkan adik yang masih menangis shock dan kebingungan di seberang sana. Saya rasanya mau menjerit saat itu tapi entah kenapa kok selama menjawab telpon rasanya malah datar saja. Saya cuti pingin sekalian ketemu nenek. Sejak meninggalkan Malang sekitar tahun 1997 lalu, saya dah nyaris ga pernah mengunjungi beliau lagi di Magetan. Yang saya bisa ingat sejak tahun 2000an kayanya ga pernah menyempatkan diri ke Magetan lagi kalau mudik lebaran. Ngambil cuti lebaran selalu mepet. Sehingga sewaktu keluarga ke Magetan, saya balik lagi ke Jakarta buat mulai kerja lagi.

Terakhir saya hanya mendengar suara beliau via telpon beberapa minggu sebelumnya. Sebelumnya nenek tetap tinggal di Magetan dirawat paman-bibi dan keluarga di sana. Tapi karena paman-bibi saat ini harus ke Tangerang merawat cucu barunya, nenek dibawa ke Malang saja.

Setelah menanyakan kebutuhan apa saja untuk pemakaman dll, saya akan cover semua dan segera mungkin nyusul pulang, adik bisa sedikit lebih tenang. Setelah menerima telpon saya cuman bisa diam, dan kemudian nangis di taksi. BBM ke salah seorang sahabat di kantor soal ini n nanya Pak Bos ada ga supaya saya bisa minta relokasi tanggal cuti. Sopir taksi yang baik sempat memberikan beberapa kalimat dukungan dan tabah. Lalu lintas Jakarta yang semakin amburadul make it worse.

Paman dan sepupu menelpon nanya kapan saya balik ke Malang/Magetan. Saya bilang sesegera mungkin asal cuti saya di approve dulu. Urusan kantor hari itu banyak pula yang harus di selesaikan. Sore akhirnya bisa komunikasi dengan Pak Bos dan beliau mengijinkan.

Next cari akomodasi ke Magetan karena nenek akan dimakamkan di sana. Rute terdekat mestinya dari Solo. Tapi flight ke Solo ga banyak n ndilalah hari itu kok ya full book. Bah kalut, akhirnya nekat deh nyetir ajah dari Jakarta.

Kontak Rara minta tolong untuk nemenin ke Magetan. Sekalian buat gantian nyetir. Dalam kondisi seperti ini sepertinya bakal nambah masalah ajah jika saya nyetir sendiri. Tapi karena kondisi badan yang emang dah kecapekan kerja plus kondisi mental yang lagi berduka kaya gini plus lagi Rara kan juga baru balik kerja jadi diputuskan berangkatnya Selasa saja.

Info dari seorang rekan jalur pantura khususnya Indramayu – Cirebon sedang banyak perbaikan jalan, disarankan lewat Subang saja. Juni kemarin sempat ke Solo via pantura, jalannya emang hancur dan banyak proyek perbaikan jalan sedang berlangsung di sisi satunya. Berbekal Nokia E71 + Google Maps jadilah kami menyusuri Subang. End pointnya nanti sama-sama di Tol Palimanan – Kanci yang akan lanjut ke tol Bakrie Kanci – Pejagan.

Pantat Rush Penyok

Pantat Rush Penyok

Peristiwa ga enak pertama terjadi. Setelah istirahat dan makan, saya mendapati sudut kanan belakang Rush item saya penyok. Ini pasti ulah pengemudi goblok tertato di jidatnya yang ga bisa bawa mobil dengan benar. Dugaan sih disikat mobil sejenis mpv dengan roll-bar terpasang atau jenis mini truck yang maksa parkir di sisi kanan yang sempit. Bah!

Dari tol cikampek, saya memilih ke cipularang exit di Sadang. Tapi apa  daya, ternyata jalur Subang selain sempit malah sedang hot-hotnya perbaikan di banyak titik termasuk pengecoran jalan. Hardcore banget deh kondisinya. Di sini gunanya ada navigator. Selain bantuin mantau rute juga buat ngingetin supaya ati-ati nyetir. There’s no point doing speed racer thing in this route.

Lepas Subang, masuk ke Palimanan – Kanci saya dah hapal jalan. Rute Subang membuat itung-itungan waktu tempuh saya molor 2 jam lebih. Di sini baru deh speeding. Entah kenapa mulai sebelum Alas Roban sampai Solo sepi sekali saat itu. Jam 3 kurang dah sampai Solo. Hitungannya butuh 2 jam lebih dikit dari Solo ke Magetan. Bisa di bawah itu waktu tempuhnya kalau via Tawangmangu. Tapi itu namanya cari perkara. Selain lom pernah melewati rute tersebut, Tawangmangu berarti berhadapan dengan tanjangan, tikungan tebing dan jurang. Cukup Juni kemarin saya lewat rute tersebut saat iseng mencoba jalur selatan dari Yogya ke Bandung.

Jam 4 lebih sedikit kami sudah memasuki Magetan via Karangrejo. Di sini saya mesti memaksa otak untuk mengeluarkan memori mengenai Magetan. Dusun nenek saya ada di balik perbukitan. Jadi saya semasa kecil nyaris ga pernah di ajak menjelajah sampai ujung kota seperti ini. Mengandalkan ingatan rute bis/travel yang biasa kami pakai jika mudik dari Malang ke Magetan. Patokannya ketemu alun-alun berarti dah aman.

Kampung Alastuwo

Kampung Alastuwo (BTS Assisted)

Alun-alun ketemu, selanjutnya adalah nyari entry point yang akan mengantarkan kami ke dusun Alas Tuwo, Desa Balegondo. Seingatku jalan masuknya ada di belakang penjara karena kami dulu biasa jalan kaki dari dusun kalau ingin ke pasar kota atau ke alun-alun. Dan kejadian nyasar. Jalan kecil yang saya kita shotcut ternyata membawa kami ke gerbang sebuah SMP hehehehehe.

Kembali menyalakan Google Map untuk melihat peta blok daerah tersebut. Enaknya di Magetan dan juga Solo serta Semarang,  kotanya (paling tidak pusat kotanya) terbagi menjadi blok-blok kotak yang jelas. Jadi kita tidak akan merasa sedang berada di labirin seperti di Jakarta/Surabaya. Kami ternyata satu blok terlalu awal beloknya.

Malu bertanya, sesat di jalan. Kebetulan dah mulai nampak orang beraktivitas baik itu jalan-jalan/jogin menjelang subuh atau bersiap=siap ke pasar. Entry point pun ketemu dan kepala saya serasa semakin dibanjiri kenangan-kenangan masa kecil dulu. Turunan 45 derajat (sepertinya malah lebih dikit) jalannya sudah di aspal sampai ke ujung. Masjid desa dan sekolah SD di sampingnya masih seperti dulu. Dari sana kami masih harus turun lagi karena rumah nenek tinggal lurus saja, persis di ujung turunan kedua  sebelum ada turunan lagi.

Jam 5 pas kami sampai di samping rumah nenek. Masih seperti dulu, lebih ke belakang yang terbayang di mata saya yang dah mulai berair lagi adalah rumah nenek sebelum direnovasi. Khas Magetan/Madiun dengan bagian depan terdiri dari beberapa pintu dan jendela kayu. Ruang depan yang luas beralas tanah, ruang belakang yang baru berisi kamar, serta dapur di bagian samping.

Setelah di sambut ayah-ibu dan adik-adik, kamipun cuman bisa tergeletak tidur kecapekan.